Sabtu, 30 Oktober 2010

cerpen

Mungkin yang Terbaik

Saat hujan membasahi kota Jakarta ini, kami berniat untuk berteduh di warung klontong itu.
Seperti ada yang memandangku sesaat dan aku tersenyum.
“senyummu membuat damai di hati ini”.
“gombal..! , (jawabku dengan tenang).
“aku serius, kamu gak akan tinggalin aku kan.?” Tanya bian kapadaku.
Aku hanya memberi senyuman untuk meyakinkan bian, bahwa aku sangat mencintainya. Aku dan bian sudah saling mengenal sejak SMA. Keluargaku dengan keluarganya menjalin hubungan yang sangat baik.
Gak terasa hujanpun berhenti seketika, kami segera melanjutkan perjalanan untuk pulang.
“makasih ya sayang buat hari ini,
aku seneng banget kamu bisa temenin aku buat latihan basket minggu ini”.
“hmmp, iya kan aku jarang-jarang bisa temenin kamu. Hehe
Yaudah hati-hati di jalan ya bianku sayang”. (sambil melambaikan tanganku)
Hari ini gak ada jam. Saatnya utuk bermalas-malasan di rumah, menenangkan pikiran.
Tapi semua harapan itu gak satupun terwujud.
Siang itu, raisa datang ke rumahku. Dia adalah sahabatku, kami bertemu saat ospek universitas.
Kami memang belum terlalu mengenal jauh. Namun, dari segi kepribadian yang memiliki kesamaan itulah yang membuat kami saling mengenal satu sama lain.
Sedih, duka, kami selalu bersama.
Aku senang raisa datang ke rumah, seperti tak ada beban kalau kami sedang berdua.
Tiba-tiba..
“bian itu ganteng ya, udah baik, gak sombong lagi. Hahaha
Wah.. kayaknya aku suka deh sama dia. Menurut kamu gimana cit.?”
“Hah.?” Aku tercengan mendengar pengakuan raisa.
“iya, menurut kamu gimana.? Aku jarang banget bisa suka sama cowok secepet ini. Kamu kan deket cit sama bian, comblangin aku dong cit. yayaya..”
Ya tuhan, apakah ini cobaan dariMu, hingga sahabatku bisa mencintai orang yang saat ini menjadi kekasihku.
Raisa terus memegang kedua tanganku dan memohon dengan penuh harapan.
Aku gak tau musti jawab apa, kalau aku jujur pasti itu akan membuat raisa kecewa terhadapku.
Raisa memang tidak tau kalau aku dan bian sudah mengenal lebih dari teman.
“kamu beneran suka.? Atau lebih.?” Tanyaku dengan risau.
“awalnya aku suka, tapi kenapa makin kesininya rasa itu berubah menjadi lebih dari suka.”
Raut wajah raisa yang begitu mendambakan bian.
Aku tersenyum,
“aku pasti bantuin kamu.!”
Percakapan dengan raisa tadi siang membuatku tak karuan. Malam ini aku gelisah, hati menangis. Apa yang harus aku lakukan.?
Antara cerita atau tidak kepada bian. Aku gak mau kehilangan bian, disisi lain aku juga gak mau kehilangan sahabat terbaikku.
Aku panggil bunda dan ayah, agar mereka bisa membantuku untuk memilih jalan yang terbaik.
Nasihat demi nasihat aku dengarkan baik-baik. ayah sebagai sosok yang bijaksana memberikan solusi yang terbaik.
Aku senang melihat raisa dengan bian. Aku bisa melakukan itu tanpa perlu ada rasa kecewa.
Hari ke hari aku menjauh dari sosok bian, selalu beralasan aku sibuk.! Dengan begitu waktu raisa bersama bian akan terasa lebih bersama.
Satu hal, aku hanya ingin sahabatku merasa bahagia disampingku.
“citra…!!”
Aku kenali suara itu, bian.! Ya itu memang bian. Aku coba untuk tetap berjalan.
“citra, berhenti kalau emang kamu masih peduli sama aku cit.!!”
Aku berhenti.
Langkah kaki itu semakin mendekat,
“apa salahku cit.? semakin hari semakin berubah sikap kamu buat aku. Kamu selalu sibuk, setiap aku telepon kamu gak pernah mau angkat, setiap aku deteng ke rumah kamu cuma titip pesen. Tolong cit, kasih aku penjelasan..”
Mata bian sudah berkaca-kaca, semakin berat buat aku bilang yang sebenernya.
“bian, maafin aku.!” Aku coba mengambil langkah,
“citra, apalah arti hubungan kita, kalau akhirnya kamu perlakuin aku kayak gini. Aku sangat mencintai kamu.!”
aku berhenti sejenak, dan kembali kehadapan bian.
“bian sayang, semua yang aku lakuin semata-mata hanya demi kebaikan buat kita. Raisa mencintai kamu. Itu alasannya kenapa aku perlakuin kamu kayak gini. Aku mau kamu ada buat raisa, bukan buat aku. Karna raisa adalah sahabat terbaikku.”
“dengan cara seperti ini gak bisa dibilang sahabat terbaik. Sekarang juga raisa harus tau.”
Bian bergegas pergi tapi aku menyangkal.
“bian, dengerin aku, kalau memang kamu mencintai aku sepenuh hati kamu, tolong lakuin yang bikin aku seneng dan percaya sama kamu.”
“aku ga bisa ngelakuin itu cit, aku mau jalanin sama kamu, bukan raisa. Cewek yang sama sekali aku gak cintai.!”
“raisa sudah sangat mencintai kamu, aku Cuma mau dia bahagia. Tolong, lakuin itu buat aku bi..”
Air mata kini tak dapat ku tahan lagi, aku terus memohon kepada bian untuk tetap pada keputusanku. Raisa datang menghampiri kami.
Aku cepat-cepat menghapus air mata.
“kamu kenapa cit.?”
Tanya raisa heran dengan mataku yang sembab,
“aku cuma terharu, bi, tolong lakuin demi aku.!”
Semua terdiam sejenak,
“ini semua aku lakuin demi kamu, karna aku sungguh-sungguh mencintai kamu citra.”
Suara perlahan dari bian membuatku siap untuk mendengarnya,
“a..aku mencintai kamu raisa.!”
Dengan suara terbata-bata bian mengucapkan itu, air mata tak dapat ku bendung lagi.
Aku pergi meninggalkan mereka. Tanpa raisa tau apa yang telah terjadi sebenarnya. Aku bahagia, bahwa bian benar-benar mencintaiku sepenuh hati.
Kini harapan yang tersisa, hanya berharap jika memang bian itu adalah milikku, dia pasti akan kembali di lain waktu.
Aku berhasil menjadi sahabat yang terbaik untuk raisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar