Selasa, 31 Mei 2011

Perkembangan Perekonomian Indonesia Pada Masa Orde Baru

Perkembangan Perekonomian Indonesia Pada Masa Orde Baru




KEHIDUPAN EKONOMI MASA ORDE BARU
    Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut.
1.     Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
        Keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi Terpimpin,pemerintah menempuh cara :
-Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
-MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Langkah-langkah yang diambil Kabinet AMPERA mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut:
1)     Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :
  rendahnya penerimaan negara
  tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara
  terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
  terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri
  penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
2)     Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3)     Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
Ø Mengadakan operasi pajak
Ø Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
Ø Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
Ø Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.

Program Stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.
Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun akhir 1967- awal 1968)
Sesudah kabinet Pembangunan dibentuk pada bulan Juli 1968 berdasarkan Tap MPRS No.XLI/MPRS/1968, kebijakan ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1969 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing dapat diatasi.

Program Rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi.
Selama 10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan desa, gerakan koprasi, perbankan disalah gunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup masyarakat.

2.     Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia pasca Orde Lama sangat parah, hutangnya mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pemerintah mengikuti perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut.
-       Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda pembayarannya hingga tahun 1972-1979.
-        Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1969 dan 1970 dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri. Indonesia mendapatkan penangguhan dan keringanan syarat-syarat pembayaran utangnya.

3.     Pembangunan Nasional
Dilakukan pembagunan nasional pada masa Orde Baru dengan tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut.
1.      Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3.      Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pelaksanaannya pembangunan nasional  dilakukan secara bertahap yaitu,
Ø  Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.

Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1.      Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I       : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I     : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I   : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2.     Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974  hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3.     Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
§         Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
§         Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
§         Pemerataan pembagian pendapatan
§         Pemerataan kesempatan kerja
§         Pemerataan kesempatan berusaha
§         Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
§         Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
§         Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4.     Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5.     Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6.     Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

IV.      Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi masa Orde Baru
Dampak positif dari kebijakan politik pemerintah Orba :
Ø  Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekusaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.
Ø   Situasi keamanan pada masa Orde Baru relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Ø  Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
Dampak negatif dari kebijakan politik pemerintah Orba:
Ø   Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralistis.
Ø  Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
Ø   Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara demokrasi.
Ø   Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
Ø   Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
Ø   Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Ø   Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
Ø   Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.

Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Ø  Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
Ø  Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Ø  Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Ø  Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.

Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Ø   Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
Ø  Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
Ø  Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
Ø  Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
Ø  Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Ø  Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Ø  Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Ø  Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.




Sumber : www.google.com

MODERNISASI PERTANIAN


MODERNISASI PERTANIAN: MEMBANGUN DESA PROGRESIF

1. Sedikit Tentang Revolusi Hijau
Bersamaan dengan peralihan kekuasaan pada tahun 1965, dikawasan Asia Tenggara tengah berlangsung demam RH atau Revolusi Hijau (green revolution). Pemerintah Orde Baru akhirnya mengambil jalan pragmatis. Peningkatan produksi pangan, terutama padi, melalui Revolusi Hijau kemudian menjadi titik sentral pembangunan untuk masa lebih dari tiga dekade berikutnya dan masalah pertanian tersingkirkan dari agenda pembangunan. Kebijakan agraria orde baru mengambil jalan apa yang disebut by pass aproach (pendekatan jalan pintas) yakni RH tanpa reformasi agraria (agrarian reform). Jalan pintas ini diabdikan untuk mengoperasikan strategi pembangunan yang digulirkan dengan kaidah pokok mengandalkan bantuan asing, hutang dan investasi luar negeri serta bertumpu pada yang besar. Sebagai akibatnya, penguasaan agraria bukanya mereda tetapi justru makin membiak dimanan-mana, disemua sektor dan kesemua wilayah dan melibatkan lebih banyak lapisan masyarakat. Ini terjadi karena pembangunan dipraktekkan tanpa transisi sosial (development without social transition). Hasil swasembada pangan yang dibangga-banggakan tidak berumur panjang, dan dalam sekejab lenyap dihembus angin berlalu.
Padahal, RH merupakan kerja keras pemerintah yang dilakukan dengan at all cost. Pada tahun 1966/1967, pelbagai program swasembada beras yang dirintis pemerintah RI sejak Kasimo Plan 1948 mendapat picu dalam tiga bentuk faktor; revolusi biologi berupa bibit varietas unggul, revolusi kimiawi berupa macam-macam pupuk serta pestisida anti hama dan niatan pemerintah orde baru untuk membuat rakyat menjadi kenyang dan tenang. Dibangun diatas ketersediaan lahan yang relatif subur, rehabilitasi atas sistem irigasi warisan perkebunan kolonial, tenaga kerja pedesaan yang berlimpah, reduksi mekanisme pertanian, penyuluh pertanian, lembaga perkreditan tingkat desa, kontrol harga lengkap dengan rumus tani dan cadangan masukan dan produk pertanian, dan intervensi birokrasi antara lain lewat KUD dan Militer, kiprah bersama ketiga faktor itu telah menelorkan Revolusi Hijau (RH). RH telah membawa perubahan mendasar dalam prilaku petani dalam berhubungan dengan petani lain, alam, teknologi, pemerintah, serta hubungannya dengan perusahan-perusahan besar, baik lokal maupun luar negeri. Hasilnya sangat menakjubkan. Jika pada tahun 1965 tingkat produksi padi Cuma 1,7 ton per hektar, maka pada tahun 1980 sudah mencapai 3,3 ton per hektar dan Indonesia dapat berswasembda beras pada tahun 1984.
Sayangnya, swasembada beras hanya mampu bertahan selama lima tahun. Setelah tahun 1990, impor beras Indonesia terus melonjak dan tidak pernah turun lagi hingga kini. Realitas itu mengindikasikan bahwa kemajuan dalam produksi tidak diikuti oleh kemajuan kesejahteraan petani. Sebabnya adalah, kemajuan dalam berproduksi bukan didorong oleh semangat menyejahterakan diri, tetapi lebih oleh keterpaksaan diri dan atmosfer ketakutan. Keberhasilan RH tidak lebih adalah atas desakan pemerintah lewat sangksi-sangksi sosial manakala rakyat menolak untuk menanam bibit unggul. Petani ketika menanam komoditi tertentu tidak luput dari keterpaksaan ekonomi. Keterpaksaan ekonomi sangat jelas manakala RH membuat petani harus membayar hampir semua asupan, kecuali mereka sendiri. Asupan produksi berupa bibit unggul, pupuk buatan dan pestisida harus dibeli petani dari toko-toko besar yang merupakan outlet dari perusahaan-perusahaan transnasional (Transnational Company: TNC) milik bangsa-bangsa utara. Tanah harus disewa, tenaga kerja buruh harus dibayar, dan dibeberapa tempat penggunaan air irigasi juga dapat diakses hanya dengan iuran yang tidak kecil.
Jika awalnya kalkulasi proses pertanian dibuat dalam tawar-menawar petani dengan alam, sekarang hitungan itu harus dilakukan didepan kekusaan negara dan kebutuhan modern yang digerakkan oleh industialisasi. Jadi, RH telah berhasil bagi sebahagian kecil petani dari perangkap involusi pertanian, tetapi melepaskan sebagian besar petani miskin lahan ke perangkap yang lebih dahsyat, ancaman globalisasi yang dihela oleh ideologi pasar bebas. Monopoli asupan kimiawi dan bibit oleh perusahaan TNC telah menyedot surplus ekonomi yang mestinya dinikmati petani. Inilah pertanda penghisapan globalisasi, penjajahan gaya baru (neo kolonialisme) hasil reproduksi kolonialisme primitif dengan cara penaklukan yang sistematis.
Oleh sebab itu, tidak salah apabila dikemukan disini bahwa sejarah pertanian Indonesia adalah adalah sejarah penyimpangan. Penyimpangan inilah yang telah mewariskan pokok-pokok persoalan struktural disektor pertanian yang masih terus bertahan hingga dewasa ini. Ketika di negara-negara Barat, pertanian dimulai dengan membagi-bagikan tanah kepada penduduk (land reform), yang justru terjadi di Indonesia adalah sebaliknya yakni tanah rakyat dirampas dan di bagi-bagikan kepada pengusaha swastha. Akibatnya, tanah yang dapat diandalkan oleh petani secara terpaksa diberikan kepada penguasa, dan mereka harus merlakan keadaan itu terjadi. Hingga kini, mereka menjadi miskin seolah tak terjamah oleh roda pembangunan.
2. Menciptakan Pertanian Modern
Melihat perkembangan pertanian di Indonesia yang dari tahun ke tahun mengalami gradasi yang signifikan, maka wajar kita bertanya dalam diri kita, ”apakah yang mesti dilakukan lagi?” Kita kurang jauh memandang sekian tahun kedepan dan memikirkan apa yang akhirnya harus terjadi, lalu menyusun rencana kerja mundur kebelakang, kemasa sekarang maupun maju kedepan dengan menggunakan situasi sekarang sebagai pangkal permulaan dari perencanaan kita.
Dalam hubungan dengan itu, maka pelajaran yang kita peroleh ialah bahwa waktu setahun itu tidak lama dan bahwa diperlukan waktu bertahun-tahun untuk dapat menyelesaikan berbagai hal. Adalah suatu paradoks bahwa kita merasakan setahun tiu seperti lama kalau kita melihat kedepan terasa sebentar kalau kita menoleh kebelakang. Apabila kita sadar akan hal itu, maka perlu kita melihat jauh kedepan dalam membuat perencanaan guna memajukan pembangunan pertanian. Kita perlu memasukkan kedalam perencanaan kita itu usaha transformasi dari pola usahatani yang sekarang. Dan tidak hanya mengadakan modifikasi kecil-kecilan saja.
Untuk melakukan transformasi pertanian, atau tepatnya dalam penelitian ini disebut ’menciptakan pertanian modern’ dibutuhkan syarat-syarat seperti 1) teknologi dan efisiensi usaha taninya terus menerus diperbaiki, 2) hasil bumi yang diprodusir terus menerus berobah sesuai dengan adanya perubahan permintaan konsumen dan perobahan biaya produksi yang di sebabpkan oleh adanya perubahan dalam teknologi dan 3) perbandingan antara penggunaan antara tanah, tenaga kerja dan modal pada usaha tani terus berobah-obah sesuai dengan adanya perobahan penduduk, alternatif kesempatan kerja dan teknologi usaha tani. Dengan lain kata, pertanian modern adalah pertanian yang sangat dinamis dan sangat fleksibel serta terus mangalami peningkatan produktivitasnya.
Penulis berpendapat, bahwa suatu kelemahan dalam organisasi dan perencanaan pembangunan pertanian pada masa lampau adalah bahwa kita tidak melihat dengan jelas tujuan jangka panjang yang hendak dicapai dengan memodernisir pertanian itu. Juga jangka waktu berapa tahun yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut tidaklah ditentukan. Kita semua berpendapat, bahwa kita harus menyempurnakan pembangunan pertanian itu dan memulainya dengan keadaan dimana kita sekarang berada. Dalam pada itu, kita sependapat pula bahwa usaha untuk mencapai pertanian yang modern dan dinamis merupakan usaha jangka panjang yang tidak akan dapat terlaksana dengan cepat. Tetapi kita belum berusaha untuk menetapkan berapa lama proses tersebut harus berjalan.
Oleh sebab itu, kita mudah masuk kedalam dua macam perangkap. Kadang-kadang kita merasa kecewa karena walaupun kita telah melaksanakan banyak hal yang kita anggap berguna untuk perkembangan pertanian, tetapi ternyata tidak banyak yang terjadi di bidang produksi pertanian. Pada kesempatan lain, suatu kemajuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam produktivitas menyebabkan kita merasa bahwa kita telah berhasil memecahkan masalahnya, padahal, meskipun kita telah mengalami kemajuan, tetapi kita sebenarnya sedang menghadapi semakin mengendornya taraf perkembangan. Untuk menghindari hal itu, kita perlu berpegang pada program jangka panjang yang sebelumnya telah diatur dengan baik, lalu dilaksanakan dengan tekun, ataupun menjadi patah semangat karena kurangnya kemajuan dalam produksi dari tahun ke tahun.
Untuk mencipatakan pertanian yang dinamis dan progresif seperti diatas, diperlukan waktu yang lama tetapi bukan tidak ada batasnya. Penulis yakin, bahwa di Asia Selatan dan Tenggara, setiap negara dapat membentuk pertanian yang dinamis dan modern yang sekurang-kurangnya meliputi kebanyakan dari teritorialnya dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama. Untuk itu, perlu adanya perencanaan yang didasarkan pada pandangan kedepan mulai dari keadaan sekarang.

Sabtu, 28 Mei 2011

Cara Mengatasi Jerawat


Atasi Jerawat !!

v  Madu dan Jeruk Nipis
Dalam madu, terdapat kandungan zat antiseptik yang berguna untuk membunuh bakteri yang ada pada wajah yang dapat menyebabkan jerawat semakin meradang. Sedangkan, air jeruk nipis dapat mengurangi minyak pada wajah sehingga dapat mencegah kotoran menempel di wajah.
Berikut langkah-langkah untuk membuat masker dari jeruk nipis:
·         Ambil jeruk nipis dan peras airnya sebanyak 1 sendok teh.
·         Campur air jeruk nipis tadi dengan 1 sendok teh madu.
·         Oleskan pada wajah dan diamkan selama 30 menit.
·         Bilas dengan menggunakan air dingin.
·         Gunakan secara teratur

       Kulit wajah yang berminyak atau wajah yang mempunyai kecenderungan muncul jerawat harus dibersihkan dua kali sehari. Sangat dianjurkan mencuci muka dengan pembersih yang PH-nya sedikit asam untuk menjaga kebersihan wajah yang berjerawat.
v  Cuci Muka
·         Air seduhan 7-10 lembar daun sirih (Piper betle) mujarab untuk mematikan bakteri yang menyebabkan jerawat sehingga dapat digunakan untuk mencuci muka sebanyak dua atau tiga kali sehari.
·         Menurut pengalaman beberapa orang, membasuh wajah dengan air es juga dapat mengurangi timbulnya jerawat. Hal ini dipercaya dapat mengurangi minyak pada wajah.
·         Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), yang ditumbuk halus dan dicampur dengan sedikit air garam juga dapat digunakan untuk membersihkan wajah berjerawat. Menurut beberapa ahli kulit, belimbing wuluh bersifat sejuk, dan berkhasiat sebagai antiradang dan astrigen (memperkecil pori-pori kulit wajah).
·         Wajah berjerawat juga lebih segar jika diuapi dengan seduhan satu bungkus daun teh. Sebungkus kecil daun teh yang diseduh dengan air panas baru mendidih, lalu uapkan pada wajah yang berjerawat.
v  Masker
·         Sementara buah mengkudu dapat dimanfaatkan sebagai masker pemulus wajah. Masker mengkudu tidak hanya mengatasi jerawat, panu, kulit yang keriput dan kering pun hilang lenyap, otot-otot muka menjadi lebih relaks.
·         Jeruk nipis (Citrus aurantium) yang dioleskan pada wajah malam hari sebelum tidur dan baru dibersihkan pada pagi harinya, dapat digunakan untuk menghilangkan jerawat. Hal yang sama juga dapat dilakukan dengan buah tomat (Solanum lycopersicum).
·         Masker lain yang dapat digunakan mengatasi jerawat adalah masker temulawak (Curcuma xanthorizza). Kompres wajah dengan air es setelah menggunakan masker akan membantu meningkatkan hasilnya.
·         Tanaman lain yang dapat dimanfaatkan sebagai masker antijerawat adalah tumbukan pucuk daun jambu batu (Psidium guajava). Lidah buaya (Aloe vera) yang terkenal dapat menghaluskan kulit juga dapat digunakan sebagai masker penghilang jerawat.
·         Kentang (Potato solanum tuberosum) juga dapat dikompreskan pada jerawat. Potongan kentang yang diiris tipis-tipis ditempelkan pada kulit yang meradang karena jerawat hingga warna kentang keabu-abuan dan kering.
·         Sedangkan flek-flek hitam di wajah bekas jerawat dapat dihilangkan dengan masker jagung (Zea mays) muda atau bengkoang. Parutan jagung muda atau bengkoang dioleskan ke bagian-bagian yang hitam lalu diamkan sampai mengering.
·         Memakai air teh basi (yang sudah didiamkan selama 1 hari semalam).
Kemudian bisa juga memakai putih telur+madu+air jeruk nipis. Lakukan dengan rutin.
·         Memakai masker bengkoang juga bisa (yang praktis yang sudah dalam bentuk bubuk, ditambah air bunga mawar, lakukan seminggu 3x.